A. TEORI
1.
Alam semesta tidak mungkin statis dengan perhitungan - perhitungan
berdasarkan teori relativitas (yang mengantisipasi kesimpulan Friedman dan
Lemaitre). Terkejut oleh temuannya, Einstein menambahkan "konstanta
kosmologis" pada persamaannya agar muncul "jawaban yang benar",
karena para ahli astronomi meyakinkan dia bahwa alam semesta itu statis dan
tidak ada cara lain untuk membuat persamaannya sesuai dengan model seperti itu.
Beberapa tahun kemudian, Einstein mengakui bahwa konstanta kosmologis ini
adalah kesalahan terbesar dalam karirnya. (Pengemuka : Albert Einstein, pada
tahun 1915)
2.
Ditemukan perhitungan yang menunjukkan bahwa struktur alam semesta
tidaklah statis dan bahwa impuls kecil pun mungkin cukup untuk menyebabkan
struktur keseluruhan mengembang atau mengerut menurut Teori Relativitas
Einstein. (Pengemuka : Ahli fisika Rusia, Alexandra Friedman, tahun 1922)
3.
Semesta mempunyai permulaan dan bahwa ia mengembang sebagai akibat dari
sesuatu yang telah memicunya. Dia juga menyatakan bahwa tingkat radiasi (rate
of radiation) dapat digunakan sebagai ukuran akibat (aftermath) dari
"sesuatu" itu. (Pengemuka : Astronomer Belgia, George Lemaitre adalah
orang pertama yang menyadari apa arti perhitungan Friedman)
4.
Dengan mengembangkan perhitungan George Lemaitre lebih jauh dan
menghasilkan gagasan baru mengenai Dentuman Besar. Jika alam semesta terbentuk
dalam sebuah ledakan besar yang tiba-tiba, maka harus ada sejumlah tertentu
radiasi yang ditinggalkan dari ledakan tersebut. Radiasi ini harus bisa
dideteksi, dan lebih jauh, harus sama di seluruh alam semesta. (Pengemuka :
George Gamov, tahun 1948)
Teori Dentuman Besar (Big Bang) Dan Ajarannya
Persoalan mengenai bagaimana alam semesta yang tanpa cacat ini mula-mula terbentuk, ke mana tujuannya, dan bagaimana cara kerja hukum-hukum yang menjaga keteraturan dan keseimbangan, sejak dulu merupakan topik yang menarik.
Pendapat kaum materialis yang berlaku selama beberapa abad hingga awal abad ke-20 menyatakan, bahwa alam semesta memiliki dimensi tak terbatas, tidak memiliki awal, dan akan tetap ada untuk selamanya. Menurut pandangan ini, yang disebut "model alam semesta yang statis", alam semesta tidak memiliki awal maupun akhir.
Dengan memberikan dasar bagi filosofi materialis, pandangan ini
menyangkal adanya Sang Pencipta, dengan menyatakan bahwa alam semesta ini
adalah kumpulan materi yang konstan, stabil, dan tidak berubah-ubah. Namun,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi abad ke-20 menghancurkan
konsep-konsep primitif seperti model alam semesta yang statis. Saat ini, pada
awal abad ke-21, melalui sejumlah besar percobaan, pengamatan, dan perhitungan,
fisika modern telah mencapai kesimpulan bahwa alam semesta memiliki awal, bahwa
alam diciptakan dari ketiadaan dan dimulai oleh suatu ledakan besar.
Selain itu, berlawanan dengan pendapat kaum materialis, kesimpulan ini
menyatakan bahwa alam semesta tidaklah stabil atau konstan, tetapi senantiasa bergerak,
berubah, dan memuai. Saat ini, fakta-fakta tersebut telah diakui oleh dunia
ilmu pengetahuan. Sekarang, marilah kita lihat bagaimana fakta-fakta yang
sangat penting ini dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.
"Semua yang berada di langit dan yang berada
di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi,
Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu."
(Surat al-Hadid: 1-2)
Pemuaian Alam Semesta
Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson di California, seorang
astronom Amerika bernama Edwin Hubble membuat salah satu temuan terpenting
dalam sejarah astronomi. Ketika tengah mengamati bintang dengan teleskop
raksasa, dia menemukan bahwa cahaya yang dipancarkan bintang-bintang bergeser
ke ujung merah spektrum. Ia pun menemukan bahwa pergeseran ini terlihat lebih
jelas jika bintangnya lebih jauh dari bumi. Temuan ini menggemparkan dunia ilmu
pengetahuan. Berdasarkan hukum-hukum fisika yang diakui, spektrum sinar cahaya
yang bergerak mendekati titik pengamatan akan cenderung ungu, sementara sinar
cahaya yang bergerak menjauhi titik pengamatan akan cenderung merah. Pengamatan
Hubble menunjukkan bahwa cahaya dari bintang-bintang cenderung ke arah warna
merah. Ini berarti bahwa bintang-bintang tersebut senantiasa bergerak menjauhi
kita.
Tidak lama sesudah itu, Hubble membuat temuan penting lainnya: Bintang
dan galaksi bukan hanya bergerak menjauhi kita, namun juga saling menjauhi.
Satu-satunya kesimpulan yang dapat dibuat tentang alam semesta yang semua
isinya bergerak saling menjauhi adalah bahwa alam semesta itu senantiasa
memuai.
Agar lebih mudah dimengerti, bayangkan alam semesta seperti permukaan
balon yang tengah ditiup. Sama seperti titik-titik pada permukaan balon akan
saling menjauhi karena balonnya mengembang, benda-benda di angkasa saling
menjauhi karena alam semesta terus memuai. Sebenarnya, fakta ini sudah pernah
ditemukan secara teoretis. Albert Einstein, salah seorang ilmuwan termasyhur
abad ini, ketika mengerjakan Teori Relativitas Umum, pada mulanya menyimpulkan
bahwa persamaan yang dibuatnya menunjukkan bahwa alam semesta tidak mungkin
statis. Namun, dia mengubah persamaan tersebut, dengan menambahkan sebuah "konstanta"
untuk menghasilkan model alam semesta yang statis, karena hal ini merupakan ide
yang dominan saat itu. Di kemudian hari Einstein menyebut perbuatannya itu
sebagai "kesalahan terbesar dalam kariernya".
Jadi, apakah pentingnya fakta pemuaian alam semesta ini terhadap
keberadaan alam semesta?
Pemuaian alam semesta secara tidak langsung menyatakan bahwa alam semesta
bermula dari satu titik tunggal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa "satu
titik tunggal" yang mengandung semua materi alam semesta ini pastilah
memiliki "volume nol" dan "kepadatan tak terbatas". Alam
semesta tercipta akibat meledaknya titik tunggal yang memiliki volume nol
tersebut. Ledakan hebat yang menandakan awal terbentuknya alam semesta ini
dinamakan Ledakan Besar (Big Bang), dan teori ini dinamai mengikuti nama
ledakan tersebut.
Harus dikatakan di sini bahwa "volume nol" adalah istilah
teoretis yang bertujuan deskriptif. Ilmu pengetahuan hanya mampu mendefinisikan
konsep "ketiadaan", yang melampaui batas pemahaman manusia, dengan
menyatakan titik tunggal tersebut sebagai "titik yang memiliki volume
nol". Sebenarnya, "titik yang tidak memiliki volume" ini berarti
"ketiadaan". Alam semesta muncul dari ketiadaan. Dengan kata lain,
alam semesta diciptakan.
Fakta ini, yang baru ditemukan oleh fisika modern pada akhir abad ini,
telah diberitakan Al Quran empat belas abad yang lalu:
"Dia Pencipta langit dan bumi." (QS.
Al An'am:101)
Jika kita membandingkan pernyataan pada ayat di atas dengan teori Ledakan
Besar, terlihat kesamaan yang sangat jelas. Namun, teori ini baru diperkenalkan
sebagai teori ilmiah pada abad ke-20.
Pemuaian alam semesta merupakan salah satu bukti terpenting bahwa alam
semesta diciptakan dari ketiadaan. Meskipun fakta di atas baru ditemukan pada
abad ke-20, Allah telah memberitahukan kenyataan ini kepada kita dalam Al Quran
1.400 tahun yang lalu:
"Dan langit itu Kami bangun dengan
kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa." (Surat
Adz-Dzariyat:47).
Pada tahun 1948, George Gamov mengemukakan gagasan lain mengenai teori
Ledakan Besar. Dia menyatakan bahwa setelah terbentuknya alam semesta dari
ledakan hebat, di alam semesta seharusnya terdapat surplus radiasi, yang
tersisa dari ledakan tersebut. Lebih dari itu, radiasi ini seharusnya tersebar
merata di seluruh alam semesta.
Bukti "yang seharusnya ada" ini segera ditemukan. Pada tahun
1965, dua orang peneliti bernama Arno Penzias dan Robert Wilson, menemukan
gelombang ini secara kebetulan. Radiasi yang disebut "radiasi latar
belakang" ini tampaknya tidak memancar dari sumber tertentu, tetapi
meliputi seluruh ruang angkasa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa gelombang
panas yang memancar secara seragam dari segala arah di angkasa ini merupakan
sisa dari tahapan awal Ledakan Besar. Penzias dan Wilson dianugerahi Hadiah
Nobel untuk temuan ini.
Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer
(COBE) ke angkasa untuk melakukan penelitian mengenai radiasi latar belakang.
Pemindai sensitif pada satelit hanya membutuhkan waktu delapan menit untuk
menegaskan perhitungan Penzias dan Wilson. COBE telah menemukan sisa-sisa
ledakan hebat yang mengawali terbentuknya alam semesta.
Bukti penting lain berkenaan dengan Ledakan Besar adalah jumlah hidrogen
dan helium di ruang angkasa. Pada penghitungan terbaru, diketahui bahwa
konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta sesuai dengan penghitungan teoretis
konsentrasi hidrogen-helium yang tersisa dari Ledakan Besar. Jika alam semesta
tidak memiliki awal dan jika alam semesta ada sejak adanya keabadian (waktu
yang tak terhingga), seharusnya hidrogen terpakai seluruhnya dan diubah menjadi
helium.
Semua bukti kuat ini memaksa komunitas ilmiah untuk menerima teori
Ledakan Besar. Model ini merupakan titik terakhir yang dicapai oleh para ahli
kosmologi berkaitan dengan awal mula dan pembentukan alam semesta.
Dennis Sciama, yang membela teori keadaan ajeg (steady-state) bersama
Fred Hoyle selama bertahun-tahun, menggambarkan posisi terakhir yang mereka
capai setelah terkumpulnya semua bukti tentang teori Ledakan Besar. Sciama
mengatakan bahwa ia telah ambil bagian dalam perdebatan sengit antara para
pembela teori keadaan ajeg dan mereka yang menguji dan berharap dapat
menyangkal teori tersebut. Dia menambahkan bahwa dulu dia membela teori keadaan
ajeg bukan karena menganggap teori tersebut benar, melainkan karena berharap
bahwa teori itu benar. Fred Hoyle bertahan menghadapi semua keberatan terhadap
teori ini, sementara bukti-bukti yang berlawanan mulai terungkap. Selanjutnya,
Sciama bercerita bahwa pertama-tama ia menentang bersama Hoyle. Akan tetapi,
saat bukti-bukti mulai bertumpuk, ia mengaku bahwa perdebatan tersebut telah
selesai dan teori keadaan ajeg harus dihapuskan.
Prof. George Abel dari University of California juga mengatakan bahwa
sekarang telah ada bukti yang menunjukkan bahwa alam semesta bermula miliaran
tahun yang lalu, yang diawali dengan Dentuman Besar. Dia mengakui bahwa dia
tidak memiliki pilihan lain kecuali menerima teori Dentuman Besar.
Dengan kemenangan teori Dentuman Besar, konsep "zat yang kekal"
yang merupakan dasar filosofi materialis dibuang ke tumpukan sampah sejarah.
Jadi, apakah yang ada sebelum Dentuman Besar, dan kekuatan apakah yang
menjadikan alam semesta ini "ada" melalui sebuah dentuman besar, jika
sebelumnya alam semesta ini "tidak ada"? Pertanyaan ini jelas
menyiratkan, dalam kata-kata Arthur Eddington, adanya fakta "yang tidak
menguntungkan secara filosofis" (tidak menguntungkan bagi materialis),
yaitu adanya Sang Pencipta. Athony Flew, seorang filsuf ateis terkenal,
berkomentar tentang hal ini sebagai berikut:
Semua orang tahu bahwa pengakuan itu baik bagi jiwa. Oleh karena itu,
saya akan memulai dengan mengaku bahwa kaum ateis Stratonician telah
dipermalukan oleh konsensus kosmologi kontemporer. Tampaknya ahli kosmologi
memiliki bukti-bukti ilmiah tentang hal yang menurut St. Thomas tidak dapat
dibuktikan secara filosofis; yaitu bahwa alam semesta memiliki permulaan.
Sepanjang alam semesta dapat dianggap tidak memiliki akhir maupun permulaan,
orang tetap mudah menyatakan bahwa keberadaan alam semesta, dan segala sifatnya
yang paling mendasar, harus diterima sebagai penjelasan terakhir. Meskipun saya
masih percaya bahwa hal ini tetap benar, tetapi benar-benar sulit dan tidak
nyaman mempertahankan posisi ini di depan cerita Dentuman Besar.
Banyak ilmuwan, yang tidak secara buta terkondisikan menjadi ateis, telah
mengakui keberadaan Yang Maha Pencipta dalam penciptaan alam semesta. Sang
Pencipta pastilah Dia yang menciptakan zat dan ruang/waktu, tetapi Dia tidak
bergantung pada ciptaannya. Seorang ahli astrofisika terkenal bernama Hugh Ross
mengatakan:
Jika waktu memiliki awal yang bersamaan dengan alam semesta, seperti yang
dikatakan teorema-ruang, maka penyebab alam semesta pastilah suatu wujud yang
bekerja dalam dimensi waktu yang benar-benar independen dari, dan telah ada
sebelum, dimensi waktu kosmos. Kesimpulan ini sangat penting bagi pemahaman
kita tentang siapakah Tuhan, dan siapa atau apakah yang bukan Tuhan. Hal ini
mengajarkan bahwa Tuhan bukanlah alam semesta itu sendiri, dan Tuhan tidak
berada di dalamnya
Zat dan ruang/waktu diciptakan oleh Yang Maha Pencipta, yaitu Dia yang
terlepas dari gagasan tersebut. Sang Pencipta adalah Allah, Dia adalah Raja di
surga dan di bumi.
Allah memberi tahu bukti-bukti ilmiah ini dalam Kitab-Nya, yang Dia turunkan kepada kita manusia empat belas abad lalu untuk menunjukkan keberadaan-Nya.
B. Hubungan Penciptaan Alam dalam Pandangan Islam
dan Sains Modern
Diantara segi kemukjizatan Al-Qur’an adalah adanya beberapa petunjuk yang
detail mengenai ilmu pengetahuan umum yang telah ditemukan terlebih dahulu
dalam Al-Qur’an sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. Penciptaan alam
berdasarkan konsep Islam dan Sains modern ternyata memiliki hubungan, dan dari
beberapa hasil observasi kosmolog ternyata banyak yang sesuai dengan beberapa
firman Allah SWT, antara lain sebagai berikut:
1.
Surat al-Anbiya’ ayat 30
”Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahakan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tidak juga beriman?”
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa alam semesta sebelum dipisahkan
Allah merupakan sesuatu yang padu. Sesuatu yang padu itulah yang oleh kosmolog
disebut dengan titik singularitas. Sedangkan yang dimaksud pemisahan ialah
ledakan singularitas dengan sangat dahsyat, yang kemudian menjadi alam semesta
yang terhampar.
Selanjutnya, dikatakan bahwa segala kehidupan itu berasal dari air. Tiga
ahli kosmologi dan astronomi, yaitu Georges Lamaitre, George Gamow, dan Stephen
Hawking menjelaskan bahwa atom-atom yang tebentuk sejak peristiwa Big Bang
adalah atom Hidrogen (H) dan Helium (He). Adapun air terdiri dari atom hidrogen
dan oksigen (H2O), artinya, sejak tahun 1400 tahun silam Al-Qur’an
telah menyebutkannya jauh sebelum tiga pakar tersebut mengemukakan teorinya.
2.
Surat Az-Zariyat ayat 47
(Artinya) “Dan langit kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan
sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”
Menurut Baiquni yang dimaksud Banayna bi’abidin oleh ayat ini
adalah ketika ledakan besar terjadi dan inflasi melandanya sehingga beberapa
dimensinya menjadi terbentang. Sedangkan yang dimaksud dengan inna lamusi’un,
adalah Tuhan yang membuat kosmos berekspansi. Pernyataaan ini diperkuat oleh
maksud lafal yang terpakai, yakni isim al-fa’il, active participle yang
menunjukkan bersifat tetap dan permanen seperti yang dikemukakan sebelumnya.
Hal ini berarti ekspansi alam berlangsung sejak ledakan besar sampai
seterusnya.
Kata musi’un dalam bahasa arab sangatlah tepat diterjemahkan
sebagai “meluaskan” atau “mengembangkan” yang sesuai dengan penjelasan sains
masa kini bahwa alam semesta memang meluas atau mengembang. Stephen Hawking,
dalam A Brief History of Time (1980), mengatakan bahwa penemuan bukti
mengembangkannya alam semesta merupakan salah satu revolusi terbesar dalam
ilmu pengetahuan abad ke-20. Berdasarkan teori Bing Bang yang telah diterima,
alam semesta terbentuk sekitar 13,7 miliar tahun lalu dan terus mengembang
sejak saat itu. Pakar-pakar Astronomi mengenali empat model grafik alam semesta
di masa akan datang, yaitu accelerating expansion (pengembangan yang
bertambah cepat), open universe (alam semesta terbuka), flat unirvese
(alam semesta datar), dan closed universe (alam semesta tertutup). Model
closed universe menjelaskan bahwa suatu saat alam semesta akan mengerut.
3.
Surat Al-Fusilat ayat 11
(Artinya) “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan ruang alam (al-sama’)
dan ruang alam (al-sama’) ketika penuh embunan (dukhan), lalu Dia berkata
kepada ruang alam (al-sama’) dan kepada materi (al-ardh): “Datanglah kamu
keduanya menurut perintahKu dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya
menjawab:”Kami datang dengan suka hati.”
Sehubungan dengan tidak adanya Al-Qur’an menjelaskan apa sesungguhnya
yang dimaksud dengan kata dukhan, karena itu beberapa referensi berusaha
menafsirkan kata ini sedemikian rupa. Bucaille memahami kata ini sebagai asap
yang terdiri dari stratum (lapisan) gas dengan bagian-bagian yang kecil
yang mungkin memasuki tahap keadaan keras atau cair dan dalam suhu rendah atau
tinggi. Ibnu Katsir menafsirkan dengan sejenis uap air. Al-Raghib melukiskan
kehalusan dan keringanan sifat dukhan. Menurut Hanafy Ahmad, karena
sifat sedemikian, Ia dapat mengalir dan beterbangan di udara seperti mengalir
dan beterbangan al-sahab.
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam menangkap maksud kata dukhan yang
dihubungkan dengan proses penciptaan alam semesta, maka seharusnya kata ini
dipahami dengan hasil temuan sains yang telah dihandalkan kebenarannya secara
empiris. Tentu saja merupakan suatu kesalahan bagi yang mengatakan bahwa ruang
alam (al-sama’) berasal dari materi sejenis dukhan. Berdasarkan
dalam surat Al-Fusilat ayat 11, dukhan tidak menunjukkan suatu materi
asal ruang alam (al-sama’), akan tetapi ia menjelaskan tentang bentuk
alam semesta ketika berlangsungnya fase awal penciptaannya. Hal ini diperkuat
dengan hasil temuan ilmuwan bahwa pada suatu ketika dalam penciptaan terjadinya
ekspansi yang sangat cepat sehingga timbul “kondensasi” proses dimana pemuaian
dan gas kehilangan panas dan akan berubah bentuk menjadi cair. Saat pemuaian
dan gas naik ke tempat lebih tinggi, temperatur udara lingkungan sekitar akan
semakin turun menyebabkan terjadinya proses kondensasi dan kembali ke bentuk
cair dan energi berubah menjadi materi.
Sebagaimana dukhan, Al-Qur’an juga menunjukkan bahwa zat alir atau
sop kosmos (al-ma’) telah ada sebagai salah satu kondisi terwujudnya
alam semesta. Dengan kata lain, sebelum alam semesta terbentuk seperti sekarang,
ia mengalami bentuk atau sifat semacam zat alir atau sop kosmos.
B. Kesimpulan
1.
Proses penciptaan Alam dimulai dari penyatuan antara ruang alam dan
materi dari sesuatu yang padu (Al-Anbiya’ ayat 30) kemudian terjadi pemisahan
oleh allah dengan mengalami proses transisi membentuk dukhan. Setelah
itu ruang alam melebar, meluas, dan memuai (Adz-Zariyat ayat 47). Proses
penciptaan alam berlangsung selama enam periode, dimana empat periode
penciptaan bumi dan dua periode penciptaan langit (Al-Fushilat ayat 9-12).
2.
Penciptaan alam dalam pandangan kosmologi modern, secara kronologis alam
tercipta bermula dari ruang kosong, kemudian inti atom padat meledak, lalu
menjadi galaksi, dan menjadi bintang-bintang dengan tata suryanya
sendiri-sendiri.
3.
Hubungan antara penciptaan alam dalam pandangan islam dan sains modern
adalah bersesuaian. Keduanya sama sekali tidak bertentangan sehingga adanya
sains modern dapat mengungkap rahasia proses penciptaan alam yang terdapat
dalam Al-Qur’an.
.........................................................................................................................................................................
AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG PENCIPTAAN ALAM
1.
Surat Al-Anbiya’ ayat 30
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan
antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?”.
2.
Surat Huud ayat 7
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan
adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar dia menguji siapakah di
antara kamu yang lebih baik amalnya[1], dan jika kamu Berkata (kepada
penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya
orang-orang yang kafir itu akan berkata: “Ini[2] tidak lain hanyalah sihir yang
nyata”.
3.
Surat As-Sajdah ayat 4
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas ‘Arsy[3]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya
seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at[4]. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?”.
4.
Surat Adz-Zariyat ayat 47
“Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan
Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa”.
5.
Surat Al-Fushilat ayat 9-12
“Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan
bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat)
demikian itu adalah Rabb semesta alam”.Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan
padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada
penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata
kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.
Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. dan kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
6.
Surat Ath-Thalaq ayat 12
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.
perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi
segala sesuatu.”
7.
Surat An-Nazi’at ayat 27-33
“Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah Telah
membinanya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, Dan dia
menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan
bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan
(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan
teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.”
8.
Surat Yunus ayat 3
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala
urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada
izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia.
Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”
9.
Surat Ar-Ra’ad ayat 2
“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu
lihat, Kemudian dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan matahari dan
bulan. masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur
urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu
meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.”
10.
Al-Baqarah ayat 29
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan
dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia
Maha mengetahui segala sesuatu.”
11.
Al-Isra’ ayat 44
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih
kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya,
tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha
Penyantun lagi Maha Pengampun.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar